Crypto halal atau haram? Pertanyaan yang sering muncul telah menjadi pusat perdebatan di kalangan masyarakat umum, termasuk di Indonesia. Untuk menjawab pertanyaan ini, kita akan melihat pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai salah satu otoritas dalam menentukan hukum Islam di Indonesia.
Apa Itu Crypto?
Crypto adalah bentuk mata uang digital yang menggunakan teknologi blockchain untuk memastikan keamanan dan keabsahan transaksi.
Mekanisme blockchain ini memungkinkan setiap transaksi yang dilakukan dicatat secara terdesentralisasi dan transparan. Keunikan crypto adalah tidak adanya otoritas pusat yang mengatur atau mengontrol peredaran dan nilai mata uang ini.
Baca Juga: Siapa CZ Binance, Kisah, dan Kekayaannya
Crypto Halal atau Haram? Ini Pendapat MUI tentang Cryptocurrency
Pada tahun 2018, MUI merilis fatwa terkait cryptocurrency. Dalam fatwa tersebut, MUI menyatakan bahwa cryptocurrency tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang melarang riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian).
MUI telah menyatakan pandangannya mengenai cryptocurrency melalui fatwa yang diterbitkan oleh Komisi Fatwa MUI. Berikut adalah beberapa poin penting dari fatwa tersebut:
1. Ketidakpastian (Gharar)
MUI menilai bahwa cryptocurrency mengandung unsur ketidakpastian atau gharar yang tinggi.
Gharar dalam Islam merujuk pada transaksi yang tidak jelas atau ambigu, yang dapat menyebabkan spekulasi atau kerugian yang tidak adil.
Volatilitas tinggi dan kurangnya regulasi dalam perdagangan cryptocurrency menambah unsur ketidakpastian ini.
Baca juga: Apa Itu Capital Gain dalam Investasi Saham, Simak Penjelasannya!
2. Spekulasi (Maysir)
Cryptocurrency sering dikaitkan dengan spekulasi atau perjudian (maysir), yang dilarang dalam Islam.
Karena fluktuasi harga yang ekstrem, investasi dalam cryptocurrency dapat dianggap lebih sebagai aktivitas spekulatif daripada investasi yang aman dan stabil.
3. Tidak Ada Dukungan Aset Nyata
Menurut MUI, transaksi yang sah dalam Islam harus didukung oleh aset nyata atau nilai yang jelas. Cryptocurrency tidak didukung oleh aset nyata dan nilainya sangat bergantung pada spekulasi pasar.
4. Potensi Penggunaan untuk Tujuan Ilegal
Cryptocurrency sering kali dikaitkan dengan aktivitas ilegal seperti pencucian uang, pembiayaan terorisme, dan perdagangan narkoba. Penggunaan untuk tujuan-tujuan ini menambah alasan MUI untuk menganggapnya haram.
Baca Juga: Kontroversi Timothy Ronald, CEO Akademi Crypto dan ex-CEO Ternak Uang
Pertimbangan Hukum Islam dalam Menentukan Halal atau Haram
Pada dasarnya halal dan haram crypto masih menjadi perdebatan, berikut pertimbangannya:
1. Argumen Halal
Meskipun MUI menyatakan bahwa crypto termasuk dalam kategori barang syubhat, ada beberapa argumen yang menyatakan bahwa crypto bisa dianggap halal.
Salah satu argumen utamanya adalah bahwa crypto dapat menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan sistem keuangan konvensional yang mungkin melibatkan riba (bunga).
Karena crypto tidak melibatkan sistem perbankan konvensional, ada yang berpendapat bahwa crypto bisa menjadi solusi bagi umat Islam yang ingin menghindari riba.
2. Argumen Haram
Di sisi lain, ada juga argumen yang menyatakan bahwa crypto itu haram. Salah satu argumen utamanya adalah bahwa crypto sering kali digunakan untuk transaksi ilegal seperti perdagangan narkoba atau pencucian uang.
Transaksi semacam ini bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah yang melarang umat Islam terlibat dalam aktivitas ilegal.
Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa crypto dapat digunakan untuk spekulasi dan perjudian, yang juga bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Baca juga: Cara Membuat Akun Reksa Dana di Moxa untuk Berinvestasi
Pendapat Lain tentang Cryptocurrency dalam Islam
Meskipun MUI menyatakan bahwa cryptocurrency haram, pendapat tentang hal ini tidaklah konsisten di seluruh dunia Islam.
Beberapa negara seperti Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Saudi Arabia telah mengeluarkan peraturan atau pernyataan resmi yang mengakui cryptocurrency sebagai aset yang sah atau mengizinkan penggunaannya dalam beberapa konteks tertentu.
Pendukung cryptocurrency dalam Islam berargumen bahwa cryptocurrency dapat dianggap sebagai aset digital yang memiliki nilai dan dapat diperdagangkan secara adil.
Mereka juga berpendapat bahwa teknologi blockchain yang mendasari cryptocurrency dapat digunakan untuk memperbaiki sistem keuangan yang ada dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Namun, pendukung cryptocurrency juga dihadapkan pada tantangan dalam memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip ekonomi Islam.
Dalam pandangan MUI, cryptocurrency dianggap haram karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam dan memiliki risiko tinggi.
MUI menekankan pentingnya kejelasan, keadilan, dan kemaslahatan umum dalam menentukan halal atau haram.
Terlepas dari itu, sebaiknya kamu mempertimbangkan dengan bijak dan hati-hati sebelum terlibat dalam investasi atau penggunaan cryptocurrency. Keputusan akhir tetap ada pada individu diri kamu sendiri.
Kamu juga bisa mencari alternatif jenis investasi lainnya yang sudah lebih jelas hukumnya dan juga lebih rendah risikonya seperti reksa dana.
Baca juga: 8 Beda Reksa Dana dan Trading Saham, Pemula Wajib Tahu!
Cara Investasi Reksa Dana di Moxa
Dibandingkan jenis investasi lain, investasi reksa dana tidak butuh modal yang besar. Transaksi reksa dana di aplikasi Moxa lebih praktis dan mulai dari Rp10.000 saja. Berikut cara daftarnya:
- Pilih menu reksa dana di aplikasi Moxa.
- Klik kategori reksa dana yang kamu inginkan (Pasar Uang dan Pendapatan Tetap disarankan untuk jangka pendek)
- Pilih produk reksa dana yang diinginkan dan lihat performanya.
- Jika sudah merasa cocok dengan produk reksa dana tersebut, klik “Beli”.
- Masukkan jumlah yang ingin diinvestasikan. Kemudian pilih “Selanjutnya”.
- Lakukan proses pembayaran dan pastikan kamu sudah top up RDN-mu. Terakhir, klik “Bayar Sekarang”.
Transaksi reksa dana di Moxa tidak perlu khawatir soal keamanan karena sudah berizin dan diawasi OJK. Yuk, mulai investasi dari sekarang!