Investasi yang Menguntungkan, moxa.id — BPS telah mengumumkan bahwa inflasi tahunan mengalami kenaikan, yakni sebesar 5.95%. Sementara untuk tahun kalender 2022, inflasi sudah mencapai 4.84%, dan bulanan di September 2022 sebesar 1.17%. Terutama bulanan, angka inflasi ini adalah yang tertinggi sejak Desember 2014.
Sumber: Katadata
Sementara dijelaskan juga oleh pihak Badan Pusat Statistik, bahwa inflasi disebabkan terutama oleh kenaikan harga BBM sebesar 0.81%, harga beras 0.35%, dan angkutan dalam kota sebesar 0.18%.
Selain itu, kenaikan suku bunga acuan kembali terjadi. Bank Indonesia menyatakan bahwa BI 7-Day Reverse Repo Rate naik 50 bps, dari 4.25% menjadi 4.75% di tanggal 20 Oktober 2022 yang lalu. Padahal sebelumnya BI juga sudah menaikkan suku bunga acuan ini selama 3 bulan berturut-turut dari 3.5% yang bertahan selama 18 bulan sebelumnya. Lalu, apa ya dampaknya buat kita?
Pengaruh Inflasi terhadap Keuangan Pribadi
Adanya inflasi yang melonjak tak pelak akan ikut memengaruhi kondisi keuangan kita. Sering tak kita sadari, inflasi menggerogoti daya beli dan aset kita. Kalau tak cermat dalam mengelolanya, maka bisa jadi akan membuat aset kita menurun nilainya, alih-alih bertumbuh.
Angka inflasi yang meningkat terlalu tajam akan memengaruhi biaya hidup yang juga akan semakin mahal. Seharusnya, inflasi yang tinggi juga akan mendorong peningkatan upah atau penghasilan. Namun, dengan kondisi sekarang, kadang hal ini juga tidak selalu bisa terjadi. Alih-alih, ancaman PHK malah membayangi.
Satu hal yang paling terkena dampak inflasi adalah tabungan. Kalau suku bunga tabungan lebih rendah daripada inflasi, maka bisa dipastikan bahwa nilai uang kita yang berada di tabungan akan terkikis seiring inflasi yang meningkat. Hal ini sama saja dengan kita kehilangan uang.
Baca Juga: 5 Tips Investasi Emas yang Harus Diketahui
Sementara, ada kebijakan menaikan suku bunga acuan BI yang memang harus diambil untuk bisa mengendalikan inflasi. Saat ini suku bunga acuan Bank Indonesia memang sudah dinaikkan menjadi 4.75%, tetapi angka ini masih di bawah angka inflasi tahunan. Di sisi lain, kamu juga bisa lihat bahwa bunga tabungan sekarang adalah 0%. Memang sangat jarang ada lembaga perbankan yang bisa menawarkan suku bunga lebih dari tingkat inflasi.
Dengan demikian, mau tak mau, kita memang harus mencari instrumen yang peluang pertumbuhannya lebih tinggi daripada inflasi, yang artinya memberikan tingkat pengembalian di atas 5.95% untuk saat ini.
Investasi yang Menguntungkan dan Mampu Melawan Inflasi
Tujuan kita melakukan investasi adalah untuk menumbuhkan nilai aset, selain mengamankannya. Tetapi inflasi bisa menjadi salah satu penyebab kita jadi gagal mencapai tujuan finansial, terutama jika kita salah memilih instrumen yang kuat untuk melawannya.
Mari kita lihat satu per satu instrumennya:
1. Deposito
Imbal hasilnya memang lebih tinggi daripada tabungan, biasanya tak jauh berbeda dari suku bunga acuan dari Bank Indonesia.
Dalam kondisi inflasi tinggi yang biasanya diikuti dengan peningkatan suku bunga acuan, akan lebih menguntungkan bagi kita untuk mengambil tenor pendek misalnya 1 – 3 bulan. Akan lebih menguntungkan juga apabila kita memilih jenis deposito automatic rollover (perpanjangan secara otomatis), dengan menaruh bunga kembali ke dalam deposito alih-alih ditransfer ke tabungan. Dengan demikian, kita berpeluang untuk mendapatkan bunga dari bunga.
Dengan memilih tenor pendek saat inflasi tinggi, jika ada penyesuaian suku bunga yang lebih tinggi, kita berpeluang untuk mendapatkan lebih banyak bunga. Di sisi lain, jika suku bunga acuan cenderung menurun, kita bisa memilih tenor yang lebih panjang.
2. Emas
Instrumen logam mulia seperti emas memang banyak difungsikan oleh investor sebagai alat lindung nilai terhadap inflasi. Terutama ketika krisis mengancam, harga emas cenderung naik. Namun, pada dasarnya, emas adalah instrumen jangka panjang.
3. Obligasi
Instrumen berbasis surat utang ini sangat cocok untuk tenor menengah, imbal hasilnya pun biasanya ditawarkan lebih besar daripada suku bunga deposito, sehingga berpeluang bisa melawan inflasi.
4. Reksadana
Rata-rata reksa dana—menurut data historis—memiliki potensi pertumbuhan antara 7% hingga 8% per tahun. Reksa dana pasar uang adalah jenis yang potensi imbal hasilnya paling kecil, yaitu sekitar 4.5% hingga 5.5%. Meski demikian, pertumbuhan reksa dana pasar uang umumnya adalah yang paling stabil dan rendah risiko. Saat kita berada dalam krisis karena pandemi, reksa dana pasar uang membuktikan kesaktiannya karena menjadi satu-satunya jenis reksa dana yang bisa tetap bertumbuh positif.
Baca Juga: 9 Film tentang Investasi yang Bisa Tambah Pengetahuanmu
Reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, dan reksa dana saham cocok dimanfaatkan sebagai instrumen jangka menengah hingga panjang. Potensi imbal hasil yang ditawarkan lebih tinggi daripada reksa dana pasar uang, tetapi juga memilikii potensi risiko yang juga lebih tinggi.
Kalau hendak memanfaatkan reksa dana sebagai instrumen untuk melawan inflasi, ada baiknya lakukan analisis mendalam sebelum memilihnya. Terutama pelajari dan cermati fund fact sheet yang disediakan, karena dalam fund fact sheet itulah kita bisa melihat “rapor” manajer investasi dalam mengelola dana investor.
Beberapa hal yang harus diperhatikan saat mencermati dalam fund fact sheet adalah:
- Nilai Aktiva Bersih (NAB), yang seharusnya berubah setiap hari berdasarkan harga pasar aset.
- Unit Penyertaan, yaitu nilai satuan reksa dana dalam tingkat transaksi reksa dana tertentu.
- Kinerja, misalnya dalam 1 bulan, 6 bulan, year to date, atau sejak reksa dana diluncurkan.
- Kinerja benchmark atau pembanding, untuk melihat bagaimana posisi reksa dana yang bersangkutan terhadap produk lain yang sejenis.
- Alokasi, yaitu porsi dana investasi yang dikelola yang dibelikan berbagai instrumen sesuai jenis reksa dananya.
Kelima hal di atas merupakan indikator paling basic yang harus dicermati sebelum kita memilih suatu produk reksa dana. Jika dari data, ternyata kinerja manajer investasi baik, maka kita bisa memercayakan dana investasi kita untuk dikelola sehingga bertumbuh sesuai harapan.
5. Saham
Untuk jangka panjang, saham adalah instrumen investasi yang paling ampuh untuk melawan inflasi dan menguntungkan. Untuk bisa mengembangkan aset sesuai harapan, disarankan untuk memilih saham dengan cermat. Pasalnya, tingkat risiko investasi saham merupakan yang tertinggi di antara yang lain, dengan potensi keuntungan yang juga sepadan. Pelajari cara analisis saham secara fundamental, yang terbukti merupakan strategi ampuh untuk memilih saham untuk investasi jangka panjang.
Tak perlu terlalu panik karena inflasi naik. Inflasi juga berperan penting bagi perekonomian negara karena menjadi indikator pertumbuhan. Namun, memang harus dikendalikan agar tak kemudian menjadi bumerang bagi negara itu sendiri.
Sementara, investasi justru harus tetap dilakukan, agar aset kita terlindung dari kikisan inflasi. Instrumen mana yang harus dipilih, kembali lagi pada kebutuhan, tujuan keuangan, dan kemampuan kita sendiri sebagai investor.
Dapatkan informasi menarik dari artikel Moxa lainnya. Download aplikasi Moxa untuk memudahkan kamu menikmati berbagai fiturnya. Nikmati kemudahan untuk mengajukan kredit dan pinjaman, beli asuransi, dan berinvestasi hanya dengan satu aplikasi.